Kamis, 26 Januari 2017

Cerita Rakyat dari Jawa Barat - Lutung Kasarung

Lutung Kasarung (artinya Lutung yang Tersesat) adalah cerita pantun yang mengisahkan legenda masyarakat Sunda tentang perjalanan Sanghyang Guruminda dari Kahyangan yang diturunkan ke Buana Panca Tengah (Bumi) dalam wujud seekor lutung (sejenis monyet). Dalam perjalanannya di Bumi, sang lutung bertemu dengan putri Purbasari Ayuwangi yang diusir oleh saudaranya yang pendengki, Purbararang. Lutung Kasarung adalah seekor mahkluk yang buruk rupa. Pada akhirnya ia berubah menjadi pangeran dan mengawini Purbasari, dan mereka memerintah Kerajaan Pasir Batang dan Kerajaan Cupu Mandala Ayu bersama-sama. Berikut ini cerita lengkapnya ;
Lutung Kasarung (source: ArcaneLEO - DeviantArt)


Pada jaman dahulu di daerah pasundan ada seorang raja yang bernama Prabu Tapak Agung. Beliau memimpin wilayahnya dengan sangat bijaksana, sehingga dicintai oleh rakyatnya. Sang raja mempunyai dua orang putri yang cantik. Yang tertua bernama Purbararang, dan adiknya bernama Purbasari.


Suatu hari, saat mendekati akhir hayatnya, sang raja meminta Purbasari putri bungsunya untuk menggantikan posisinya memimpin kerajaan. "Anakku, aku sudah lelah dan terlalu tua untuk memimpin, jadi sudah saatnya aku turun tahta," kata sang raja. Purbararang, yang merupakan kakak dari Purbasari, tidak setuju dengan perintah ayahnya tersebut. Dia merasa bahwa karena dia adalah anak tertua, maka dia lah yang seharusnya menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin kerajaan. 

Purbararang yang sangat geram dan iri tersebut kemudian berencana untuk mencelakakan adiknya. Purbararang pergi menemui seorang nenek sihir. Dia meminta nenek sihir tersebut untuk memanterai adiknya. Akibat dari mantera nenek sihir itu cukup parah. Purbasari tiba-tiba kulitnya menjadi bertotol-totol hitam, dan itu lah yang dijadikan alasan oleh Purbararang untuk mengusirnya dari istana. "Pergi dari sini!" kata Purbararang kepada adiknya. "Orang yang telah dikutuk seperti kamu tidak layak untuk menjadi seorang ratu, bahkan tidak layak untuk tinggal di sini!" lanjutnya.

Purbararang lalu menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan adiknya itu ke tengah hutan. Dengan berat hati, Patih tersebut menuruti perintahnya. Namun, di tengah hutan, sang Patih yang sebenarnya baik hati itu tidak langsung meninggalkannya. Dibuatkannya sebuah pondok untuk Purbasari. Sebelum pergi, dia juga menasehati sang putri yang malang itu, memintanya agar selalu tabah dan sabar. 



Selama tinggal di hutan, Purbasari tidak pernah merasa kesepian. Sang putri yang baik hati itu berteman dengan banyak hewan, yang juga selalu baik kepadanya. Di antara ratusan hewan yang menjadi temannya, ada seekor kera dengan bulu berwarna hitam yang misterius. Di antara hewan-hewan lainnya, kera tersebut lah yang paling perhatian dan paling baik hati kepada Purbasari. Kera tersebut bahkan sering membawakan bunga dan buah-buahan untuk menghibur hati sang putri. Purbasari lalu memberi nama kera itu Lutung Kasarung.

Pada suatu malam, saat bulan purnama, kera yang menjadi teman Purbasari tersebut pergi ke tempat yang sepi untuk bersemedi. Setelah cukup lama bersemedi, tiba-tiba tanah di dekat tempatnya bersemedi mulai mengeluarkan air yang jernih dan harum, yang kemudian membentuk sebuah telaga kecil. 



Keesokan harinya, kera tersebut meminta Purbasari untuk mandi di telaga kecil itu. Walaupun awalnya merasa ragu, Purbasari menuruti permintaannya. Hal yang ajaib pun terjadi. Setelah mandi, tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bersih seperti semula. Sang putri pun menjadi cantik jelita seperti sedia kala. Purbasari sangat terkejut dan merasa sangat gembira karena kecantikannya telah pulih.

Di hari yang sama, Purbararang yang jahat tiba-tiba berniat ingin melihat keadaan adiknya di hutan. Dia pun pergi ke hutan bersama tunangannya dan beberapa orang pengawal kerajaan. Saat melihat kondisi adiknya yang sudah kembali cantik, Purbararang terkejut. Tapi, putri yang jahat itu tidak menyerah. Dia mengajak adiknya untuk adu panjang rambut. Siapa yang rambutnya lebih panjang, dia lah yang menang. Ternyata, rambut Purbasari lebih panjang, jadi dia lah yang menang. 

Purbararang masih belum menyerah. Ia kemudian mengajak Purbasari untuk adu tampan tunangan, lalu ditunjukkannya tunangannya yang tampan. Purbasari kebingungan karena dia tidak memiliki tunangan. Dia pun langsung menarik monyet sahabatnya. Purbararang tertawa terbahak-bahak melihat hal itu. "Jadi tunanganmu seekor monyet?" ledeknya dengan sinis. 

Tiba-tiba terjadi sebuah keajaiban. Monyet sahabat Purbasari berubah menjadi seorang pemuda yang gagah dan berwajah sangat tampan, jauh lebih tampan dari tunangan Purbararang. Para pengawal yang melihat hal tersebut terheran-heran dan bersorak gembira karena putri yang baik hati menang. Purbararang mengaku kalah, mengakui kesalahannya, dan meminta maaf. Purbasari yang baik hati tidak dendam dan tidak menghukum kakaknya yang jahat itu. 

Purbasari kemudian menjadi seorang ratu yang memimpin kerajaannya dengan bijaksana, ditemani oleh pemuda pujaan hatinya, yang dulu selalu menemaninya dengan setia dalam wujud seekor lutung.


Cerita Rakyat dari Jawa Barat - Leungli

Leungli atau Si Leungli adalah dongeng rakyat Sunda dari Jawa BaratIndonesia. Dongeng ini bercerita tentang persahabatan antara gadis bungsu yang malang dan teraniaya dengan ikan mas ajaib bernama "Leungli", yang selalu membantu dan menghibur si bungsu tiap kali gadis malang itu diperlakukan dengan buruk oleh kakak-kakak perempuannya.
Pada zaman dahulu kala di sebuah desa hiduplah tujuh orang saudari yatim-piatu. Anak gadis bungsu adalah satu-satunya saudara tiri dari pernikahan mendiang orang tua mereka. Sifat kakak-kakaknya dan sifat si gadis bungsu sangat bertolak belakang. Si bungsu adalah anak yang rajin, baik hati, jujur, dan rendah hati. Sedangkan kakak-kakaknya pemalas, sombong, angkuh, dan pendengki. Keenam kakak-kakaknya yang pemalas ini selalu menyuruh si bungsu mengerjakan banyak pekerjaan rumah, mulai dari mencuci, memasak, membersihkan rumah, yang hampir semuanya dikerjakan si bungsu seorang diri.
Pada suatu hari si bungsu secara tidak sengaja menghanyutkan pakaian seorang kakaknya saat mencuci pakaian di sungai. Kakaknya memarahinya, menghukum dan memukulnya, serta memerintahkan mencari pakaiannya yang hilang sampai ditemukan atau si bungsu tidak diperbolehkan kembali ke rumah.
Dalam kesedihannya si bungsu pergi ke tepi sungai dan menangis seorang diri. Tiba-tiba muncullah seekor ikan mas bersisik keemasan, berlompatan kesana kemari berusaha menghibur si bungsu. Ajaibnya ikan mas ini dapat berbicara dengan manusia, dan namanya adalah "Leungli". Si Leungli membantu si bungsu menemukan pakaian yang hanyut, dan si bungsu pun berterima kasih kepada ikan mas lucu yang baik hati itu. Sejak saat itu si Leungli menjalin persahabatan dengan gadis bungsu malang tersebut dan selalu setia mendengarkan curahan hati, menghibur, bermain dan menggembirakan hatinya. Si bungsu selalu menyisakan nasi jatah makan hariannya yang sudah sedikit itu untuk dibagikannya kepada Leungli. Tiap kali ia ingin bertemu Leungli ia akan membawa sepincuk nasi, mencelupkan ujung rambutnya ke dalam sungai, dan menyanyikan pantun Sunda memanggil-manggil Leungli, maka ikan mas ajaib itu pun akan muncul.
Kakak-kakak perempuan si bungsu penasaran dengan perubahan sikap si bungsu. Belakangan ini ia tampak lebih tabah dan gembira, meskipun mereka senantiasa berlaku buruk terhadapnya. Kakak-kakaknya pun mengikuti si bungsu secara sembunyi-sembunyi, dan akhirnya mengetahui keberadaan ikan ajaib bernama Leungli itu. Kakak-kakak yang iri dengki itu bersiasat untuk menangkap si Leungli. Mereka mempelajari cara-cara memanggil Leungli yang dilakukan oleh si bungsu, yaitu dengan membawa sepincuk nasi hangat, mencelupkan rambut ke dalam air sungai, dan menyanyikan tembang pantun untuk memanggil si Leungli. Leungli pun tertipu dan terperangkap jaring kakak-kakak yang jahat tersebut. Dengan sia-sia ia mencoba untuk berontak, tetapi berhasil dilumpuhkan.
Tanpa mengetahui nasib buruk yang telah menimpa sahabatnya, si bungsu berusaha memanggil si Leungli. Tapi semua itu sia-sia karena si Leungli tak pernah muncul kembali. Dengan sedih si bungsu pun pulang ke rumah, tetapi sesampainya di dapur, betapa terkejutnya ia saat menemukan sisik ikan mas dan tulang-belulang ikan sisa-sisa jasad si Leungli di atas piring. Rupanya kakak-kakaknya yang jahat telah memasaknya untuk makan siang. Sambil menangis si bungsu pun menguburkan jasad si Leungli di kebun halaman belakang rumahnya. Beberapa hari kemudian secara ajaib di atas kuburan si Leungli muncul sebuah pohon emas, berdaun emas dan berbuah intan permata. Anehnya, siapa pun kecuali si bungsu, akan gagal saat bermaksud memetik daun emas dan buah permata itu, karena tiap kali akan dipetik daun atau buah itu berubah menjadi debu dan musnah.
Kabar mengenai pohon emas ajaib itu sampai ke keraton, dan membuat pangeran putra mahkota yang tampan tertarik untuk melihat pohon ajaib itu secara langsung. Pangeran akhirnya mendengar kisah Leungli sesungguhnya dan terkagum-kagum akan keluhuran budi, kebaikan, dan kecantikan si bungsu. Mereka pun bertemu dan saling jatuh cinta. Akhirnya si putri bungsu diboyong ke keraton, dinikahi oleh sang pangeran, dan mereka pun hidup bahagia bersama selamanya.

Pesan moral

Leungli adalah dongeng anak-anak tradisional Sunda. Kisah ini merupakan sarana pendidikan yang mengajarkan anak agar bersikap baik terhadap saudara-saudaranya dan juga terhadap semua makhluk hidup (dalam hal ini ikan mas). Secara tradisional orang tua mendongeng kepada putra-putri mereka menjelang tidur dan mengharapkan agar sang anak memetik teladan dari gadis bungsu yang bersifat rajin dan baik hati. Dongeng ini juga mengangkat tema moral tradisional, yakni mereka yang baik akan mendapatkan pahala sedangkan yang jahat akan mendapatkan hukuman. Kisah yang bersifat karma dan fabel yang mengajarkan kemurahan hati dan kebajikan ini hampir serupa dengan kisah Jataka dalam Budhisme. Hal tersebut mungkin bisa ditelusuri dari jejak leluhur orang Sunda yang menghormati alam sekaligus pengaruh agama Hindu dan Budha pada masa lalu.